Musim libur semester siswa sekolah dasar telah tiba. Dua minggu lama nya, waktu yang cukup lumayan menggunakan waktu selama itu untuk bermain di rumah bersama sanak saudara atau teman teman kampung lain nya. Bermain layangan di sawah, bermain gundu, petak umpet, bersenang senang di sungai atau menghabiskan waktu seharian di peternakan bebek pak salman ayah dari hanavi teman ku.
Namun seperti nya rencana mengisi liburan bersama teman teman terancam batal setelah budeku mendapat kesepakatan dengan tante earli malam hari sebelum nya melalui telepon. Aku mendengar percakapan mereka berdua, bude duduk di kursi ruang tamu sembari memegang handphone, sementara aku persis satu kursi di sebelah nya. Di seberang telepon sana suara nya tak asing di telinga ku, speaker telepon yang aktif membuat ku semakin yakin kalau suara itu adalah suara tante earli. Sudah pasti bude berencana akan pergi ke malang apalagi ini musim liburan semester ku, pasti ia mengajak ku. Tante earli adalah sepupu ayah ku sementara ayah ku adik dari bude ku.
Siang itu di hari libur pertama ku setelah bude memaksa ku untuk ikut, aku pun berkemas. Memaksa karena aku sering mabuk, perjalanan banyuwangi malang bisa di bilang tidak sebentar selain itu, tante earli bilang dipta anak nya yang seumuran dengan ku sudah tak sabar menunggu ku tiba di malang. Baiklah menurut saja, toh pengalaman sebelum nya dimalang juga mengasyikkan. Biasa nya kami tak sebentar di malang, bisa bisa seluruh waktu libur ku di habis kan di kota hujan yang terkenal dengan buah apel nya itu, seperti libur semester sebelum nya. Maka tak cukup bila hanya membawa tas ransel biasa, memilih tas tenteng besar adalah tepat untuk persediaan pakaian ku dan bude selama beberapa minggu.
Tas tenteng besar itu terparkir di pinggir jalan raya, kau tau artinya kan? Sementara aku dan budeku menunggu di kursi umum yang terbuat dari tembok tepat tak jauh dari jalan raya. Kami Mengamati jalan raya arah timur karena dari sanalah bus jurusan malang akan tiba. Karena menuju malang kami harus ke barat melewati beberapa kota yaitu jember, pasuruan, probolinggo kemudian malang.
Delapan jam perjalanan tibalah kami di terminal arjosari malang,,, tak lama kemudian tante earli muncul dengan mengendarai mobil, sebenar nya bukan tante earli yang aku lihat melainkan dipta yang melolongkan kepala nya keluar kaca jendela mobil,, Oding!!! Teriak nya dari dalam mobil, setelah ia keluar mobil ternyata ia masih sama seperti dulu bahkan sekarang badan nya nampak semakin gendut, muka nya bulat dan mata nya akan tertutup bila ia tertawa. Bude lihat itu dipta, sembari ku tunjuk kan telunjuk ku ke arah dipta. Tak perlu waktu lama, kami pun bergegas berdiri dari kursi tunggu jemputan terminal melangkah cepat menuju mobil, dua puluh menit kemudian tibalah di rumah tante earli di perumahan belimbing sari.
Hari hari di malang aku habis kan waktu bermain dengan dipta, berenang di kolam renang penuh wahana, bermain kura kura air tawar di sungai samping rumah, kejar kejaran, action berkelahi bak tokoh superhero, bermain playstation, atau hanya sekadar menonton televisi bersama di rumah. Satu moment yang tak pernah terlupakan ialah merealisasikan rencana dipta bersepeda keliling perumahan. Siang itu setelah solat dhuhur berjamaah dan aku sebagai imam nya dipta mengajakku ke sebuah garasi, satu barang yang ia tunjukkan adalah sepeda bmx di lengkapi pijakan kaki di poros roda bagian belakang. Aku tau maksud nya yaitu kami berseda berboncengan di siang hari namun ibunya tak memberi izin dengan alasan panas, kecuali bila tetap ingin bersepeda di sore hari saja. Muka nya yang bulat nampak lucu menanggapi larangan dari ibu nya di tambah lagi sarung kebesaran yang masih ia kenakan. "mamah dipta mau nya sekarang!!" ibu nya tetap melarang. Mengalihkan rasa kecewa dipta ibu nya pun tak habis akal, ia mengambil kepingan kaset vcd dari dalam mobil. "lihat,, kita nonton ini ya? Main sepeda nya nanti sore aja" bermaksud membujuk. Seperti nya gambar joshua kecil yang terpampang di cover cd itu mampu menarik perhatian dipta dan aku juga tentu nya. Waktu menunggu asharpun kami habis kan dengan menonton film yang di cover nya itu tertulis "Joshua oh Joshua"
Sinar kian meredup, perlahan gerakan matahari mulai menurun tenggelam di ufuk sebelah barat waktu itu adalah musim penghujan. Namun redup nya sore itu tak terlalu gelap, setelah menunaikan solat ashar kami pun bergegas, aku menunggu di depan rumah sementara dipta bersiap dengan sepeda nya yang masih terparkir di garasi. Ayo cepat teriak ku... Bentar ding,, badan nya yang gendut sedikit menyulitkannya mengeluarkan sepeda yang terletak antara dinding dan mobil.
Mah aku berangkat ya,,, iya hati hati, jangan main jauh jauh, pesan ibu dipta. Setelah berpamitan kami pun beranjak, kaki gendut dipta mulai mengayuh pedal sepeda sementara aku berdiri di belakang nya dengan berpijak pada besi sepanjang lima sentimeter yang terpasang di poros roda belakang di kedua sisi nya, roda sepeda persis berada di selangkanganku... Sore itu kami berkeliling komplek perumahan yang bisa di bilang sangat luas, mengikuti jalan tepi sungai samping rumah menyusurinya hingga ujung dan terus ke ujung hingga menjumpai persawahan. Menaiki dan menuruni perbukitan sesekali kami berhenti dan menuntun sepeda saat menjumpai bukit, kembali menaiki nya saat menjumpai lereng. "Oding pegangan ya" kami akan meluncur menuruni lereng bukit, dipta mengatasnamakan diri nya sebagai tokoh ultramen sementara jantung ku berdetak terfokus bagaimana aku harus tetap berdiri aman di sepeda. Satu, dua, tigaaa.... Kami meluncur kencang, angin sore berbau mendung menerpa badang kami. Ultraaameeeeenn...... Dipta berteriak nyaring sekali.
Sore menjelang petang awan semakin menghitam kami masih asyik bermain di sawah mencari keong keong sawah berwarna coklat keemasan. Kaki kami penuh lumpur tak terkecuali baju kami. Gerimis pun turun, berkali kali aku mengajak dipta pulang tapi ia tak menggubris. Hingga hujan benar benar deras barulah dia sepakat untuk pulang, di bawah hujan deras itu lah kami baru menyadari dimana kami saat ini, dimana? Tak tau jawab nya, kami telah terlampau jauh bersepeda padahal saat berpamitan ibu dipta telah berpesan, terlalu menikmati perjalanan, membuat kami lupa rute bersepeda yang kami tempuh.
Aku mengambil alih kemudi sepeda, sekarang dipta lah yang di belakang. Dengan baju gombloh karena basah kuyup aku mencoba mengingat ingat rute awal kami bersepeda tadi, mengayuh sepeda semakin terasa berat selain badan dipta yang gendut ditambah lagi sandal kami yang penuh lumpur, licin ketika menginjak pedal. Hasil nya aku hanya berputar putar saja tak jauh di tempat kami berada, tujuan ku adalah mencari sungai kemudian menyusurinya ke arah hulu sungai yang kemudian mengantarkan kami masuk di komplek perumahan dipta, namun banyak nya anak sungai membuat ku bingung, berkali kali menuruti arahan dipta soal arah sama saja Yeni kami rasa hanya berputar putar di tempat. Sore semakin menjelang petang kami tak menemukan jalan keluar, kami dua bocah kecil tersesat di sebagian kota malang.
Gimana dip kita bisa pulang?
Aku enggak tau ding...
Kami pun pasrah sekaligus lelah, sepeda kami tuntun di bawah deras nya hujan sembari terus berjalan entah kemana terus berjalan saja inti nya... Lumpur tebal di sandal perlahan semakin berkurang terkikis air hujan membuat langkah kami semakin ringan. Satu dua tiga empat lima enam menit tak kunjung menemukan jalan keluar. Dipta menjaga pandangan nya dengan muka serius menatap apa pun di sekitar kami sembari terus berjalan. Sementara aku pasrah karena aku tak tau jalan sama sekali. Suara suara kaset mengaji bertebaran di langit langit yang gelap, sebentar lagi magrib. Tante earli dan bude ku pasti sedang khawatir di rumah jam segini belum juga kami pulang.
Waktu terus berjalan memburu kami untuk segera menemukan jalan keluar sebelum magrib dan gelap menimpa kami. Beruntung sungguh beruntung. Tiba tiba pandangan dipta terpancang kuat,,, ia segera memberi tahu ku bahwa rumah berwarna putih itu adalah rumah teman nya yang bernama rio, bagaimana kamu tau? Tanya ku. Setiap pagi aku pasti kerumah itu jawab nya. Ternyata rio juga lah salah satu pelanggan jasa mini bus antar jemput anak sekolah dasar sama seperti dipta, pantas saja dipta tau kalau itu adalah rumah rio.
Tak ingin menyiakan waktu, kami berlari menuju rumah itu, namun sayang kami tak mampu membuka gerbang pagar karena tak mampu menjangkau tuas kunci nya. Dipta berteriak teriak di depan pagar memanggil nama rio... Yang keluar justru bukan rio malah ibu nya, sontak ibu rio kaget melihat kami berdua dengan baju kotor di waktu menjelang magrib dan di bawah hujan yang deras. "Astagfirulloh dipta kok kamu bisa ada di sini??" ibu rio mengambil payung kemudian membuka pintu pagar untuk kami berdua. Dipta menceritakan semuanya tentang bagaimana ini (tersesat) bisa terjadi. Rio pun keluar atas panggilan ibu nya yang berteriak dari depan rumah sembari menyuruh rio mengambil kan handphone di meja beserta kunci mobil. Sore itu setelah ibu rio memberi kabar kepada tante earli melalui handphone tentang keberadaan kami berdua kami pun langsung di antar pulang menggunakan mobil dengan sepeda dipta yang di taruh di bagasi belakang mobil.
Sore itu ketika magrib berkumandang ketika itu lah kami tiba di rumah. Tante earli dan bude ku sudah bersiap di depan rumah menyambut kami dengan dua handuk di tangan tante earli. Sore itu kami terselamatkan dari sesat atas kecerobohan kami. Sore itu lah moment indah kami berdua tersesat di sebagian kota malang bersama deras nya hujan.
Komentar