Langsung ke konten utama

MENGUAK MISTERI PENGHUNI ASRAMA


INTRO...

Bukan pertama kali nya aku berada di lokasi salah satu instansi pemerintahan provinsi Kalimantan Timur ini. Terdapat banyak bangunan yang berdiri di atas tanah seluas kurang lebih satu hektare du hektar atau mungkin tiga hektar atau lebih entah lah pastinya aku tak tau. Bangun bangunan itu terdiri dari bangunan yang menaungi para pegawainya dalam bekerja sebut saja menjalankan birokrasi pemerintahan sementara beberapa bangunan lainnya merupakan bangunan fasilitas untuk menunjang jalan nya program kerja dari instansi pemerintah yang bernamakan badan diklat provinsi Kalimantan Timur ini. Seperti bangunan yang berfungsi sebagai kelas pembelajaran, laboratorium, perpustakaan, guest house, aula, sarana olahraga, ruang makan, dan bangunan yang berfungsi sebagai asrama para peserta diklat. Tersedia 26 kamar di setiap asramanya sementara terdapat 4 asrama yang di kategorikan berdasarkan abjad dari A sampai D. Dan banyak lagi bangunan bangunan yang berdiri di sudut sudut bidang tanah hingga bagian belakang dari instansi pemerintahan provinsi ini. Terpencil, bisa di kata demikian namun jauh dari keramaian menurut ku lebih tepat karena kenyataan nya pun demikian. Badan diklat berdiri jauh dari pemukiman warga, jauh dari keramaian kota Samarinda. Penerangan jalan raya yang melintasi badan diklatpun tak cukup terang benderang sekadar temaram. Orang tak akan mengetahui bahwa terdapat instansi pemerintahan ketika melintasi jalan raya yang terdapat badan diklat di sisi kiri badan jalan dari arah kota Samarinda kecuali dalam keadaan mata yang terjaga di sepanjang perjalanan. Jl M.Rifaddin begitulah tulisan yang terpampang di sebuah kayu persegi panjang penunjuk nama jalan di ujung jalan akses ke badan diklat ini.

Minggu 31 juli 2016 pukul 16.30 Wita adalah waktu di mana aku pergi meninggalkan rumah dengan membawa barang barang yang di butuhkan selama kurang lebih dua minggu aku menginap di salah satu asrama badan diklat. Ya, aku akan menjalankan diklat yang sifatnya wajib sebagai salah satu proses yang harus di penuhi untuk kelangsungan karier pekerjaan ku. Tak sendiri, lima puluh delapan adalah total seluruh peserta yang mengikuti diklat bersamaan dengan ku. Terakhir, lima puluh enam orang tersebut adalah kloter terakhir peserta diklat cpns prov kaltim formasi umum tahun penerimaan 2014 berjumlah keseluruhan 161. Sore menjelang magrib suasana lobi asrama B nampak ramai oleh peserta peserta yang satu persatu mulai berdatangan. Menenteng Ransel ransel berukuran besar sibuk kesana kemari memindahkan barang barang bawa'an. Daftar pembagian kamar peserta terpampang di pintu kaca masuk asrama jadi setiap peserta yang baru datang pasti berdiri sejenak di depan pintu menatap jeli kertas berukuran f4. Sebagaian mengurut arah telunjuknya dari bagian atas kertas hingga terus ke bawah berpindah kesamping kertas ke dua ketiga hingga berhenti pada nama yang di cari. Oding dede saifilla nomor kamar 302 itulah kamar ku, berada di lantai tiga alias paling atas. Nafas sedikit tersengal sesampai nya di depan pintu kamar 302 oleh karena menaiki anak tangga yang berpuluh jumlah nya, segera aku menaruh barang. Lalu lintas tangga nampak ramai sore itu, terdengar riuh suara langkah langkah kaki. Ada yang bersuara cepat  tergesa gesa ada yang bersuara dengan irama lamban semua tergantung oleh kepentingan dan jenis kelamin masing masing. Seorang lelaki berusia sekitar lima puluh tahun sedang duduk di sebuah sofa lantai dasar membantu dengan menawarkan pelayanan jasanya hingga tak jarang sebagian peserta khusunya perempuan meminta bantuan untuk sekadar membawakan ransel ransel besar mereka ke lantai atas. Selain itu ada juga yang dengan tega memintanya membeli air galon aqua, itu berat gaeess.
Suasana sore penuh langkah dan dentuman pintu itu benar benar barakhir saat sore beranjak petang saat suara adzan magrib mulai terdengar. Aku merasa satu satunya orang terasing mungkin demikian dan menurutku tak berlebihan oleh karena mayoritas peserta berasal dari instansi rumah sakit daerah kanujoso balikpapan A. Wahab syahranie samarinda dan Atma husada samarinda tentu mayoritas mereka telah saling mengenal kecuali aku yang berasal dari instansi di luar bidang kesehatan. Siapa namanya mas, Satrio alam bagaskoro sahut dari orang bertubuh gemuk kulit sawo matang sedikit kematangan hingga terlihat sedikit hitam, bekerja di rs kanujoso balikpapan, yup asalnya dari balikpapan. Satu lagi seorang dokter muda yang melalui tagname nya aku kembali mengingat namanya Ferdy siapa gitu, maklum awak memang sering lupa terhadap nama ia pun juga bertugas di rs kanujoso. Sore itu kami telah saling mengenal tapi tak membuat kami semakin sayang.

MALAM PERTAMA

Rasanya tak hanya aku yang merasa aneh dengan salah satu organ tubuh ku yang melakukan salah satu sistem dari banyak sistem dalam tubuh ku. Semenjak sore tadi aku telah merasakan ke anehan ini, terkadang ia berbunyi tanpa ada yang menyentuhnya. Aku mencoba menyembunyikan keanehan ini kepada siapapun dengan mencari solusi sendiri untuk mengatasinya. Tapi untungnya ada salah satu kawanku yang juga merasa aneh dengan salah satu organnya yang sama dengan ku ia adalah eric permana lebih senior dari ku dari segi apapun, umur, pendidikan dan lain lain. Kami saling bercerita mengenai keanehan ini hanya berdua tak ada yang tau selain kami tapi tak menutup kemungkinan bila kalian saat itu di malam pertama dalam sebuah asrama juga mangelami ke anehan yang sama pada salah satu organ tubuh kalian. Sungguh sangat beruntung jika kalian mengetahui keanehan yang aku rasakan malam itu maka melalui cerita ini aku ingin mengatakanya pada kalian bahwa ke anehan itu adalah umum yang mungkin sering kita rasakan. Sebenarnya ke anehan itu adalah rasa LAPAR yang terasa sangat, tolong setelah mengetahui ini jangan di bicarakan kepada siapapun ya. Rahasia.
Apa yang bisa kita lakukan brother? Ku lontarkan pertanyaan pada bro eric. Kami sedang berada di dalam kamar 306. Entahlah seharusnya kita mendapat makan malam malam ini. Adakah nomor telephon yang bisa di hubungi? Bro eric berpikir sejenak hingga ia baru tersadar tentang bu mida, ya... mungkin ini sedikit membantu, tak menunggu lama bagi sebuah jempol untuk menekan tombol telephon berwarna hijau di handphone. Tak sia sia usaha yang telah di lakukan. “oh sorry,,, ibu lupa memeberi tahu bahwa makan malam kalian berada di ruang makan sebelah aula, tolong di ambil dan di bagikan ke teman teman ya”. demikian suara bu mida yang ku dengar dari telephon dari percakapan bro eric dengannya.
Setelah solat isya kami bergegas menuju mencari ruang makan yang di maksud. Menuruni satu persatu anak tangga dari lantai tiga. Sebelah aula brother, sebelah aula. Aku mencoba mengingatkan bro eric lokasi ruang makan yang di maksud ibu mida. Yeah aku tau, kau pikir aula hanya ada satu disini? Aku memandang sekeliling dalam malam yang temaram akibat lampu lampu taman yang tak cukup terang benderang atau mungkin sengaja sebagai upaya hemat energi. Benar batinku, ternyata tak hanya terdapat satu aula membuat kami bingung sebenarnya aula yang mana yang di maksud. Kemampuan mata melihat dengan jelas adalah sebuah kemungkinan yang mungkin tidak bisa, mungkin bisa tapi tetap tidak bisa, opo to, kecuali kami memangkas jarak pandang secara drastis antara mata terhadap gedung gedung yang memiliki tulisan di mukanya agar dengan jelas kami dapat membacanya dan mengetahui mungkin ini aula yang di maksud. Kami berkeliling hingga ke bagian belakang sisi komplek badan diklat hingga sesekali tanpa sengaja kami berjalan terlalu ke belakang ke pojok, ke semak. Aku hanya khawatir jika seseorang melihat dan salah paham terhadap pandangannya tentang kami berdua. Kembali brother, kembali, kita melewati batas. Kami terdiam sejenak menghamparkan pandangan kami berusaha mencari berharap temukan barang kali, yah barang kali ini ruangannya. Ternyata tidak, yah barang kali ini ruangannya, ternyata tidak. Yah berang kali ini ruangannya, ternyata tidak. Yah barang kali ini ruangannya, ternyata bukan. Sebenarnya “bukan” menjadi kata yang tepat ketimbang tidak itulah mengapa aku menulisnya sampai empat kali hingga benar di terakhir kali atau yang ke lima kali. Ternyata bukan, enam kali sudah. Satu kali lagi akan mendapat doorprise pelukan hangat dari kunti di malam hari. No no no aku tak mengharapkannya kecuali kunti menjelmakan tubuhnya bak resti, tak mengapa. Resti peluk abang... atau rahmi, atau yosie, atau esty, atau hardiyanti, atau mikki siapapun itu beruntunglah kalian yang memiliki nama berakhiran vokal “i” yang menyamai kata kunti. Tapi sungguh tak mengharap jika kunti menjelmakan tubuhnya bak abang ardi, atau okdwi, atau ferdy. Aku bisa tak bernafsu makan selama berminggu minggu yang berpotensi menyebabkan kematian. “SEORANG PEMUDA TEWAS KARENA TAK MAKAN BERMINGGU MINGGU DI TENGARAI MUAL BERKEPANJANGAN AKIBAT DI CIPOK SESAMA JENIS” Judul berita kaltim post halaman terdepan (koran laris keras). Namaku menjadi buah bibir di perkantoran, perumahan dan seluruh sasaran di mana pekerja caraka melempar koran. Akibat hal ini sangat di untungkan penjual penjual koran lampu merah sekali sorong koran pun di borong. Aku menjadi terkenal yang ketenarannya tak dapat aku nikmati karena aku mati, sementara keluargaku menutup diri menanggung malu setengah frustasi. Macam mana punya anak mati konyol begini. Menjadi pelajaran bahwa terkenal oleh karena mati bunuh diri itu gak ada untungnya. Satu rahasia aku beritahu bahwa sepopuler apapun judul koran tak akan pernah bisa menandingi kepopuleran koran berjudulkan kalimat atas dasar hawa nafsu yang beragam kategorinya. Contoh, pencabulan dan pemerkosan, maka jika saat itu lawan saing perusahaan kaltim post menerbitkan judul koran demikian beritaku di kaltim post tak akan laku dan kaltim post akan bangkrut seketika itu juga (segitunya).  Maaf bila membuat mu kesal, ya, kalian yang aku sebut namannya di atas. Ini hanyalah upaya ku untuk mengingat sebagian nama teman teman luar biasa di sela ku menulis. Tentu aku yang lebih kesal, di malam itu, mencari tak kunjung nemu. Berjalan dan masih berkeliling sesekali bro eric mereposisi kopyah hijaunya. Hijau, pakaian muslimnya serba hijau dari sarung, baju, sampai kopyah (kaltim green). Kami berjalan cepat sampai sebuah ranting menyandung kaki ku, sorry salah, sebaliknya. Ranting salah satu pohon besar yang berdiri di bagian depan salah satu gedung yang pintunya sedikit terbuka, yah kemungkinan ini gedung yang di maksud adalah seratus satu persen benar. Aku melemparkan ranting itu segera ke bak sampah di samping pohon besar itu namun meleset justru mengenai pohon tak sampai masuk bak sampah.

Nampak meja berlingkar lingkar tertata rapi di bagian dalam gedung dan beberapa kursi mengelilinginya setelah sepenuhnya tubuhku berada di dalamnya. Empat kresek besar berisi kotakan kotakan nasi menjadi kemungkinan besar jawaban sebuah teka teki. Kami berpikir inikah nasi kotak yang di maksud? Entahlah aku tak tau. coba kau telpon lagi bu mida. Ucap ku, berkali kali Telpon tak di angkat, tak habis akal kami mencoba menghitung total keseluruhan kotakan tersebut. limapuluh delapan, demikian hasilnya. Segera kami kembali ke asrama membawa kotak kotak mukjizat penunda kematian, mereka pasti sedang lapar. Terhuyung huyung membawa beban yang cukup berat menyusuri lorong yang gelap. Nampak aneh saat aku merasa beban dari waktu ke waktu selama perjalananku menuju asrama terasa semakin berat. Berkali kali aku menatap arah belakang namun tak ada yang aneh, menghamparkan pandangan ke sisi kanan kiri ke arah taman juga tak ada yang aneh, semacam ada sesuatu selain nasi kotak yang turut aku angkut. Membuat suasana hati terasa mencekam yang padahal hanyalah akibat dari tangan ku yang kram seolah membuat beban semakin berat. Ini adalah hukum otot gaees, di sebutkan bahwa otot akan mengalami degradasi atau penurunan kekuatan seiring berjalannya waktu di mana otot tersebut bekerja. Stop dulu bro eric, kau tak merasa lelah? Ya aku merasa lelah, sejenaklah kita istirahat. Berdua kami meletakkan kresek besar itu di lantai lorong yang temaram cenderung petang. Riuh bak sang induk kucing hutan pulang membawa makanan, puluhan anak anak kucing yang menjelma sebagai gadis gadis cantik bahagia menyambut. Alhamdulillah akhirnya kita dapat makan malam malam ini, yang aku rasakan saat itu macam pahlawan kemalaman. Makan malam sebagai penghantar mimpi yang indah, konon katanya tidur dalam keadaan kenyang mendatangkan mimpi yang indah. Itu adalah konon menurutku sendiri, boleh percaya boleh tidak. Ingin ku beri tau sesuatu padamu bahwa makan banyak banyak sebelum tidur tidak akan membuatmu ngombol feses. Belum pernah aku dengar ada seseorang yang tertidur kemudian ngompol feses kecuali mereka yang terserang penyakit diare.

Pindang jejer tiga demikianlah kondisi hampir di setiap kamar di asrama yang artinya satu kamar berkapasitaskan tiga orang. Beberapa menit aku melakukan obrolan ringan di malam pertama sebelum malam menenggelamkan jiwa. Bukan obrolan sepasang perjaka dan perawan kawan, jangan kau bayangkan demikian melainkan obrolan nuansa salam perkenalan di hari pertama sekaligus malam pertama. Sedikit saling menceritakan profil pribadi mengenai pekerjaan, tempat tinggal dan hal lain umumnya. Apa kau tahan terhadap suhu dingin? Bagas menanyakan ini pada ku. Ya,, tak masalah, sebuah jawaban makna akan tak keberatan tersirat terpaksa di dalamnya. Aku benar benar mempertaruhkan kenyenyakan tidurku di malam pertama bersama suhu 16 derajat celcius, tanpa sebuah selimut tentu akan menembus tulang, ngilu. Malam pertama memang menjadi malam yang mendebarkan terlebih oleh karena adanya cerita cerita dari dunia lain yang menjadi trending topik dalam obrolan sebuah group media sosial cpns kalimantan timur. Mungkin tak hanya kamar 302 yang aku berada di dalamnya membicarakan soal hal hal gaib sebagai perbincangan kecil penghantar tidur. Aku yakin semua teman temanpun demikian sekalipun sekadar sedikit menyinggungnya saja. Menjadi sugesti buruk bagi sebagian orang, tidur enggan tak tidur segan. Hangat hangat tahi ayam cerita gaib tentang penghuni asrama itu mengapung ngapung timbul tenggelam dalam pikiran. Huusssshhhhhh suara hembusan angin terdengar jelas terlontar dari kipas ac berbentuk silinder dengan sirip sirip di seluruh permukaannya. Gelap, kamarku juga mimpiku. Kami terlelap, kemudian entah pukul berapa tepatnya saat tiba tiba suara getaran hebat terjadi pada ac. Sontak membuat kami bertiga terkejut dan terbangun meraba raba mencari sebuah remot yang entah kemana rimbanya sampai sampai kelingking kaki ku terhantup kaki kasur. Dimana remotnya kami saling bertanya saling menatap namun tak lihat, gelap. Tak lama bagas menemukannya kemudian segera mematikan ac pembuat keributan di malam hari itu. Suasanapun sunyi seketika, sudah terlanjur lampu kamar di nyalakan membuat otak mengira hari sudah pagi dan tidur kembali di rasa basi. Pukul 02,30 wita dini hari, saat aku melihat jam melalui handphone ku, tidur, tak ada pilihan selain kembali tidur. Lampu kamar kembali padam setelah telunjuk bagas menekan stop kontak penerangan yang tertanam di tembok samping pintu. Kami berfikir peristiwa itu adalah ucapan selamat datang dari penghuni asrama, mungkin demikian dan secara tidak langsung kami sepakat sekalipun rasa di ambang percaya dan tidak. Di tambah lagi saat kami mendapati ac tersebut sama sekali tak bermaslah ketika kembali kami menyalakannya di pagi hari. “Waahh,,, ini ucapan selamat datang” bagas kembali menegaskan. Aku dan ferdy hanya tersenyum, bisa jadi pikir ku.
Mataku terpaku pada sebuah ranting dengan panjang kurang lebih sepuluh centi meter di bawah meja tepat beberapa centi dari kakiku. Membungkuk kemudian tangan ku meraih nya. Mungkinkah ini penyebabnya, aku bertanya dalam hati. Tapi dari mana datangnya ranting ini, kembali bertanya dalam hati. Pandanganku menyusur ke meja menatap meja lamat lamat mencoba mencari sebuah kemungkinan, meja tepat berada di bawah ac. Perlahan aku tarik telapak tangan kanan ku dari satu ujung meja ke ujung lainnya dan ku dapati serpihan serpihan kayu menempal di telapak tangan. Tak perlu lama mengambil kesimpulan bahwa sudah pasti serpihan itu berasal dari ranting yang baru aku temukan ini. Satu pertanyaan kembali mencekam pikiranku, Siapa pelakuknya??? Menusukkan ranting ini ke dalam kipas ac hingga menimbulakan ribut. Sebuah tanda tanya misteri yang bergejolak dalam hati, bagas dan ferdy tak mengetahui soal ini. Segera aku membuang ranting itu kedalam tempat sampah yang berada di dekat pintu sisi luar kamar.

KEMISTRI

Keesokan hari setelah malam pertama sudah tentu jugalah pagi pertama. Kami keseluruhan peserta berkumpul di ruang makan telah mengenakan baju putih celana hitam beserta dasi yang sedikit mencekik, aku menariknya terlalu kuat saat memasangnya #training menjadi salesmen yang baik. Para peserta wanita telah bersiap semenjak pagi dini hari, wanita memang demikian sementara kebanyakan pria masih bersantai. Ada yang masih mengenakan kaus kutang yang belum mandi banyak. Mereka para wanita wanita rajin telah berkumpul di lobi bawah dengan pakaian nya yang rapi, nampak lugu sekali. Prediksiku ini hanya berlaku untuk hari pertama, di hari hari berikutnya akan nampak aslinya, wanita pemalas atau wanita pengoler. Tak ku sangka betapa bodohnya aku saat malam hari sedikit kesulitan mencari ruang makan ini namun di saat pagi nampak jelas tak semestinya sulit menemukannya. Malam itu telah berkali kali aku melintas di depan gedung tempat ruang makan. Hampir seluruh perbincangan yang di lakukan oleh penghuni di setiap meja lingkar memiliki topik perbincangan yang sama, apalagi kalau bukan soal keganjalan, keanehan keanehan di malam pertama. Serupa namun tak sama alias dengan versi yang berbeda. Jika di kamarku soal ac yang menimbulkan bunyi getar yang kuat maka di lain kamar soal hal yang berbeda namun serupa. Eh eh kamu dengar gak bunyi bunyi aneh semalam itu??? Yang mana, jam berapa, bunyi apa. Perbincangan perbincangan itu terdengar jelas di telinga ku. Bunyi kayak orang ketawa gitu, ah masa, iya kah. Oh no, oh mi gud. Astaga celeeem abis aku atuuuuutt... dan aku mulai alay. I have a ice i have a lem ugghh,, icelem.

Hari berganti dan terus berjalan, di setiap jam makan yang terjadwal sebanyak tiga kali di setiap harinya, pagi, siang, dan setelah magrib. Aku semakin mengetahui keganjalan keganjalan yang ada di ruang makan. Salah satu yang menjadi pusat perhatian ku adalah mengenai jumlah kursi di salah satu meja paling pojok bagian belakang yang jumlahnya selalu ganjil di setiap aku masuk keruang makan. Lima jumlah nya dan selalu satu meja dari lima tersebut dalam posisi berbeda yakni keluar dari bawah meja seolah sebelumnya ada seseorang yang menariknya keluar dari bawah meja, mempersilakan. Penyebab mengapa aku sering sekali mengambil posisi kursi dan meja di bagian pojok ini sehingga terlihat aku seperti seorang penyendiri dan terlontar tatapan aneh dari beberapa pasang mata kawan kawanku. Setelah beberapa kali duduk di kursi tersebut aku mulai merasa ada sebuah kemistri antara aku dengan sesuatu yang tak aku mengerti apa sesuatu itu. Yang jelas sesuatu itu terwakilkan oleh kursi tersebut. Kemistri tersebut semakin hari semakin kuat jalinannya beberapa kali aku mengujinya setiap akan menuju ruang makan, aku selalu bermain perasaan. Entah bagaimana bisa terjadi hasilnya selalu akurat, jika aku menghendaki duduk di kursi tersebut sebelum ke ruang makan maka setibanya, kursi tersebut dalam keadaan siap untuk di duduki tanpa perlu aku mengeluarkannya dari tatanannya (menarik keluar dari dalam bawah meja). Namum sebaliknya jika aku tak berkeinginan maka kursi tersebut dalam keadaan tertata seperti sediakala. Pernah suatu kali aku mengurungkan niatku untuk duduk di kursi tersebut setelah setibanya aku di ruang makan, kejadian itu persis pada malam jumat. Aku sengaja mengurungkan niatku menduduki kursi tersebut dengan duduk di kursi yang lain sementara kursi tersebut sudah dalam posisi keluar dari dalam meja bagian bawahnya. Sesuatu yang mengejutkan terjadi, aku tak menatapnya dengan sepenuh pandanganku kecuali sesekali meliriknya dan kursi tersebut secara perlahan bergeser seperti seseorang menggerakkannya dan memasukkannya kembali ke bagian bawah dalam meja. Semenjak itulah aku semakin yakin akan kemistri ini dan tak ada yang mengetahui akan hal ini. Akibat kejadian itu meremang perasaan ku berdiri bulu roma ku.

POHON BESAR

Rupanya ranting yang sempat aku lempar ke bak sampah namun mengenai pohon besar itu adalah bagian dari potongan ranting yang aku temukan di dalam kamar. Aku baru mengetahui dan menyadarinya setelah kejadian saat aku berjalan hendak menuju ruang makan pada pukul 20.00 wita seorang diri. Tanpa sengaja kaki ku kembali menyandung sebuah ranting, dengan tindakan yang sama aku langsung kembali melemparnya ke bak sampah namun kembali meleset hingga mengenai pohon besar di samping bak sampah tersebut. ruang makan nampak sepi kecuali beberapa teman saja berada di dalamnya. Wajar jika demikian karena mayoritas teman teman melakukan santap malam setelah sholat magrib hingga sebelum isya. Malam mas sapa ku pada salah seorang pelayan dapur, malam kembali sahutnya dengan tersenyum. Masih adakah makan malam untuk saya? Ku tanyakan ini setelah aku menatap tumpukan piring piring kotor yang bejibun di salah satu meja makan. Oh tenang masih tersedia untuk mu. Benarkah?, ya silakan di llihat saja. Ternyata benar masih ada nasi beserta lauk pauk yang cukup. Aku segera mengambil sebuah piring di tangan kiriku sementara tangan kanan mengambil nasi beserta laik pauk yang tersedia secara prasmanan dalam meja panjang. sampai setengah piring  aku melahap santap malam ku ruang makan benar benar kosong tak ada siapapun kecuali aku seorang diri. Benar benar dinner yang mengesankan oleh suasana sunyi dalam ruang yang luas sampai celatukan sendokku terhadap piring terdengar sangat jelas. Korden korden jendela kaca mengayun ayun oleh deruan angin semilir sesekali aku menatapnya. Korden itu tepat berada di pojok di belakang kursi penuh kemistri, sengaja aku malam ini tak mendudukinya. Sesekali aku meliriknya dan kejadian kursi bergerak sendiri itu kembali terjadi, jelas kedua mata ku memandang sangat jelas. Ku hamburkan pandangan ke seluruh ruangan hingga sudut sudut ruangan dengan rasa panik, merinding bercampur penasaran barangkali dengan keberadaan ku seorang diri malam ini ia akan menampakkan wujudnya. Melalui sela sela korden yang terbuka aku melihat kain putih berkelebat cepat melintas pintu kaca. Sontak membuatku terkejut, sejenak berdiam diri setelah tenang segera buru buru aku menghabiskan sisa makanan ku meneguk cepat air putih dalam gelas bening kemudian beranjak berjalan cepat kembali menuju asrama. Sebenarnya aku tak pernah takut untuk urusan ini, asal ia mahluk gaib tak menampakkan diri.

Dan lagi dan lagi, kembali kaki ku menyandung sebuah ranting pohon ketika baru saja beberapa meter meninggalkan pintu kaca ruang makan. Kali ini aku tak segera membuangnya, menahannya dalam genggaman tangan ku sembari berjalan pelan, pelan hingga mendekati pohon besar yang terdapat persisi di depan ruang makan samping bak sampah. Berhenti sejenak entah mau berpikir apa kecuali mata ku hanya memandangi pohon besar itu sesekali mendongakkan kepala. Tak terdapat apapun yang aneh, angin malam berhembus kencang menimbulkan suara gemuruh oleh karena dedaunan pohon yang saling bergesekan. Daun daun jatuh berguguran, aku masih berdiri dalam jarak lima meter di bawahnya masih tak ada keanehan kecuali kejadian yang alami. Ku tatap lamat lamat ranting itu ternyata mirip dengan ranting yang aku temukan dalam kamar. Demikian juga dengan pohon besar itu juga sama, ya, ranting ini berasal dari pohon besar tersebut. aku tak ragu setelah mencocokkannya. Membuatku semakin penasaran bercampur takut teka teki apa sebenarnya yang sedang di buat oleh mahluk yang tak tau pasti apa jenisnya ini. Berputar badan ku demi melihat sekeliling ruang sejauh jangkaun mata ku memandang. Taman, gedung gedung, lorong tak ada yang dapat aku temukan selain samar samar remang. Kembali aku menatap ranting dalam genggaman tangan kiri ku, bulshit pikir ku menyita waktu dan tak penting memikirkan demikian maka hal yang sama sebelumnya aku lakukan. Melemparkan ranting itu namun kali ini sengaja aku sasarkan pada pohon besar dengan sekuat tenaga. Wussshhh Tepat mengenai bagian pangkal pohon, klaak... Ranting kemudian jatuh ke tanah rerumputan. Ku dengar suara aneh setelah itu, macam suara anak kucing yang sedang terancam, suara berat berasal dari pangkal tenggorokan disertai bayangan putih berkelebat di belakang pohon. Ku jaga pandangan mata ku mengikuti bayangan itu dengan sedikit keberanian yang aku miliki namun terlalu cepat sekalipun telah memutar mutar tubuh. Badan ku benar benar bergetar kurasakan bulu kudukku berdiri mencoba kuat menahan diri. Wusshhhh angin berderu semakin kencang membelai pangkal leherku entah dingin ataukah merinding, aku semakin merinding. Menyapu dedaunan yang berserakan di tempat ku berpijak, berayun ayun dahan pohon pohon tanggung di sekelilingku. Sesekali bayangan putih itu kembali berkelebat tak ku hiraukan terus melangkahkan kaki berjalan menuju asrama. Kurasakan sesuatu melayang mengekor di balik tubuh ku yang kecepatannya menyamai kecepatan ku berjalan. Jika aku berlari mungkin ia akan berlari, namun untuk sebuah harga diri aku tak akan pernah berlari.

MIMPI......

Malam malam damai yang aku lalui sebelumnya seakan sirna setelah kejadian ini. Mimpi mimpi buruk sering sekali bersemayam mengadakan pertunjukkan di bawah alam sadar. Tema nya bermacam macam namun dengan satu pemeran yang sama dan samar, beberapa kali mimpi itu bersemayam aku tak pernah tau mahluk gaib jenis apa yang tergambar dalam mimpi ku. mencoba menerka melalui parodi yang di pertunjukkannya namun terlalu rumit. Tak juga seperti kuntilanak, tak juga seperti sundel bolong, tak juga seperti gendruwo, tak juga seperti susana sosok hantu fenomenal yang di yakini terseram di dunia menurut majalah katalog hantu indonesia terseram yang penerbitannya selalu terupdate. Bagaimana tidak hanya bermodalkan pupur bayi yang di poles di wajah nya saja sudah menimbulkan efek seram hingga sebabkan phobia. Ya iya lah hampir semua orang phobia sama setan. Namun satu yang pasti dalam ingatan ku adalah bayangan putih berkelebat.

Penyiksaan terhadap kaum pribumi terjadi dimana mana, para pemuda lokal pribumi menjadi tawanan yang di paksa kerja tanpa sebuah upah. Orang orang semampai berkulit putih mengawasi setiap gerak gerik pemuda pemuda yang menjadi tawanan dengan bedil laras panjang di tangannya. Tak satupun tawanan yang berani melawan ataupun sekedar menolak perintah alias membangkang jika tak ingin ujung bedil itu terlontar memaksa bertukar dengan nyawa yang teregang. Atau di lempar ke tongsi tongsi berbau tengik. Tak hanya para pemuda, pun pemudi pemudi pribumi tak luput dari kerasnya penjajahan tentara tentara negri sakura. Menjadi pelayan dapur yang seringkali menerima siksa berupa pukulan, tendangan bila melayani tak sesuai dengan kehendak. Para wanita wanita tahanan pribumi selain menjadi pelayan sekaligus menjadi sasaran emosi kekesalan. Tak di pungkiri oleh sebab rasa kelelahan, kejenuhan para tentara tentara jepang yang membutuhkan pelampiasan. Sampai sampai pelampiasan hawa nafsu. Menjadi momok menakutan bagi wanita wanita muda terlebih yang memiliki paras di atas rata rata. Kemudian aku memandang gelap dengan bayangan putih berkelebat menteleportasi diriku ke suatu ruang terkadang hutan, terkadang gedung tak berpenghuni, terkadang tambang tambang, terkadang tongsi penyiksaan, kemudian kembali gelap dan bayangan putih berkelebat.

Tubuh ku menggigil tak mampu bergerak mungkin darahku telah beku oleh suhu 16 derajat celcius dari ac di tambah mimpi buruk yang mengunci alam bawah sadar. Sekuat tenaga mencoba menggerakkan tubuh, satu dua tiga aku berhitung dalam hati kemudian setelah angka tiga ku gerakkan organ tubuhku yakni tangan maupun kaki. Namun berkali kali mencoba tetap tak bisa sampai kali ini sebuah kondisi di mana aku merasa mahluk besar menindih tubuh menimpaku. Bismillahirrohmanirrohim,,,, perlahan aku mengucap basmalah dalam hati kemudian kembali berhitung dari satu sampai tiga. Jemari ku dapat bergerak selang beberapa detik kemudian diikuti oleh jemariku yang lain terus sampai selang waktu berikutnya sampai aku dapat menggerakkan kaki dan tubuh ku. Alhamdulliah,,,,,, aku mengucap syukur setelah berhasil membuat tubuhku terbangun dari tidur dan mendudukkan diri diatas kasur. Lantai beralaskan keramik ini terasa dingin sampai menembus daging tebal telapak kaki naik terus sampai ke otak. Bagas dan ferdy tertidur amat pulas di bungkus oleh selimut tebal yang mengulung tubuhnya sementara aku masih meraba raba mencari remot ac yang ternyata setelah beberapa menit mencari ku temukan berada di genggaman tangan kanan bagas. Suhu ruangan perlahan naik setelah aku menekan tombol off pada remot ac. Pikiranku masih tak tenang oleh sebab mimpi yang masih terbayang. Berkali kali mimpi yang sama ini menimpa ku merenggut tidurku.

MENGHANTUI

Rasanya tidak ada yang pernah menyadari bahwa selalu ada mahluk yang menghantui di setiap kegiatan yang berlangsung selama proses diklat berjalan. Seperti saat apel pagi dan malam, saat jam makan, saat proses belajar mengajar di kelas, saat sore bermain sepak bola, saat bersama kita bercanda sekadar mengobrol ringan di lobi lantai satu, hingga bahkan saat kita melakukan kegiatan di dalam kamar. Rasanya di manapun dan apapun kegiatan yang aku dan teman teman diklat ku lakukan mahluk itu selalu menghantui namun sayang tak ada yang mengetahui. Dan menurutku baiknya demikian.

Pertama kali aku mengetahui akan hal ini ialah saat tanpa sengaja aku menangkap sebuah objek melalui smartphoneku. Saat aku mengmbil gambar kegiatan salah satu kelompok yang sedang mengerjakan tugas membuat mading malam itu. Sebuah objek aneh tertangkap kamera ponselku, tepat objek itu berada di tengah bagian belakang barisan yang terdiri di dalamnya adalah derina, ummu, ardi dan anggota kelompok sisa lainnya yang tergabung dalam keompok mereka. Hanya sekadar objek namun tak nampak jelas wajah dan tubuhnya oleh sebab rambut kusut panjangnya yang menutup muka dan tubuh nya yang tertutup barisan. Sebagian rambut itu menggelayut di pundak ardi. Aku terkejut saat itu namun mencoba menahan diri. Seolah tidak percaya namum setelah telunjuk dan ibu jariku menarik meleber layar ponsel tak terelakkan bahwa aku percaya. Di kelompok lain juga terjadi hal yang sama saat aku melakukan pengambilan gambar, dengan possisi yang sama mahluk itu bertempat dibagian belakang paling akhir. Rahmi selanjutnya yang tertimpa rambut kusut panjang di bahunya, lagi lagi sama yakni di bahu bagian kiri. Mahluk ini kemudian sering menampakkan diri di manapun aku berada, berdiri di belakang kawan kawan ku yang tak pernah menyadari akan hal ini. Tak pernah jelas aku melihatnya saat berpindah tempat mahluk itu hanya berupa kelebat putih macam tepung yang di hamburkan ke udara kesana kemari mengikuti arah angin. Saat menetap di suatu tempat selalu menutup tubuhnya dengan objek di depanya dan hanya menampakkan wajah yang tertutup rambut panjang nan kusut berantakan. Iya terlihat samar berpindah pindah dari kamar satu ke kamar lain di bagian bangunan belakang kamar yang menjadi tempat menjemur pakaian. Kamar 204, 205, 206, 304, 305, 306 bagian belakang kamar menghadap jalan raya adalah kamar yang sering di kunjunginya saat ia berpindah pindah cepat mencoba menggodaku. Aku sering melihatnya ketika sedang berlangsul kegiatan apel malam di halaman parkir mobil tepat di bagian belakang asrama dan sialnya lagi mengapa iya sering bertengger pula di bagian belakang kamar ku yang seringkali menampakkan diri sepulang dari ruang makan, 302.

CERITA

Seolah benang merah akan segera terungkap, seorang lelaki limabelas tahun lebih tua dari ku bercerita. Aku duduk tepat di depannya duduk di sebuah kursi beroda di ujung ujung kakinya demikian juga lelaki tersebut. Dalam ruangan, tak hanya kami berdua melainkan terdapat lelaki lelaki lain yang merupakan teman kerja satu ruanganku. Malam ini adalah kepulanganku dari asrama hanya sekadar menengok rumah yang telah berhari hari aku tinggalkan. Sebelum esok kembali ke asrama ku sempatkan diri mampir ke kantor tempat ku bekerja dan kebetulan terdapat teman teman kerja di sana. Sangat antusias sekali mereka ingin mendengar cerita mengenai pengalaman ku selama di asrama. Setelahnya bercerita panjang lebar mengenai keseruan dan pengalaman lainnya entah mengapa lelaki lima belas tahun lebih tua dari ku sekaligus juga sebagai temanku menyinggung cerita cerita mistis di asrama. Batin ku berkata mungkinkah sama. Membenahkan tempat duduknya kemudian setelah nafas panjang mulailah bercerita bahwa ia pernah menjumpai hal hal yang aneh selama ia tinggal di asrama menjalankan diklat yang sama seperti ku, beberapa tahun yang lalu. Lobi bawah, ya lobih bawah. Raut wajah nya seolah berfikir kemudian memastikan kebenaran dan keyakinannya telunjuknya bermain main mengetuk pahanya seolah mencoba mengingat. Aku sering melihatnya di lobi bawah saat mengisi waktu waktu kebersamaan malam bersama teman teman. Awalnya aku tak percaya terhadap apa yang aku lihat namun setelah beberapa hari ada sebuah kejadian yang menimpa seorang tentara. Tentara saat itu bertugas sebagai instruktur kami dalam melakukan latihan baris berbaris selama diklat berlangsung, selain itu juga bertugas sebagai keamanan. Maka setiap malam ia selalu berjaga di asrama di lobi bawah sampai tidurpun di sofa sofa lobi. Aku mendengar cerita dari tentara itu, lelaki yang sekaligus kawanku beda usia itu sejenak menatapku kemudin melanjutkan ceritanya. Sementara aku tak sabar menyambut kemungkinan benang merahnya. Suatu malam tepat pukul 02.00 wita dini hari ada seorang perempuan muda berambut panjang mengenakan jarik coklat berbajukan putih era dahulu menghampirinya yang setengah sadar duduk di sofa karena harus tetap terjaga. Setelah mengucek kedua matanya tentara itu memastikan bahwa wanita itu benar benar manusia. Ia menanyakan perihal maksud kedatangannya ke asrama tengah malam namun tak sepatah kata pun terucap dari wanita itu kecuali senyum. Mukanya terlihat dingin membiru. Tentara itu mulai menerka nerka, meragukan keyakinannya akan sosok manusia. Lantas tak ada lagi tanya kecuali bulu kuduk yang mulai berdiri membiarkan wanita tanpa beralaskan kaki itu menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai atas dengan jalan yang setengah pelan, dingin cenderung senyap. Suara kaki tanpa alas itu memecah kesunyian malam berjalan kesana kemari melewati satu persatu pintu pintu asrama.

SIAPA DIRIMU

Kamis di minggu kedua suasana asrama seperti biasa melakukan kegiatan kegiatan di dalam kelas ketika sore bermain sepak bola di lapangan basket belakang asrama. Suasana kelas kali ini sedikit berubah tak seperti hari hari sebelumnya oleh karena tugas laporan rancangan aktualisasi yang harus segera di rampungkan. Semua sibuk dengan laptopnya dengan kelompoknya masing masing. Raut wajah cenderung serius, namun aku lebih serius. Bagaimana tidak beberapa kali aku menduga bahwa mahluk itu berada di dalam kelas di sudut sudut kelas setelah merasa keanehan yang tak mengenakan hati. Sembari duduk mengerjakan laporan rancangan aktualisasi ku sesekali melintas cahaya putih beberapa meter didepan ku. Menghentikan jemari jemariku yang sedang mengetik. Wusshhh... bola mataku bergerak ke kiri, wusshh kekanan mencoba mengikuti pergerakan bayangan putih tersebut tanpa menggerakkan kepala. Kemudian beberapa saat menghilang, tak nampak di dalam kelas di belakang teman temanku karena biasanya iya sering menempakkan kepalanya di belakang. Aku menduga iya telah pergi menghilang berhenti menghantui. Mata ku pedih lesu di tubuhku oleh sebab tidur yang tak nyenyak tadi malam selain itu temperatur kelas yang berada pada suhu enam belas derajat cukup membekukan tubuh. Sebagai usaha menghangatkan tubuh keluar sejenak meninggalkan kelas menjadi pilihan yang tepat. Sejenak menjemur diri sampai benar benar darah di otak ku sedikit mencair setidaknya meredakan pening. Menyandarkan kedua siku tangan pada pagar besi pembatas tepi gedung sehingga menopang tubuh bagian atasku, kelasku berada di gedung A lantai dua. Bersebrangan dari tempatku berdiri ialah gedung B yang memiliki konstruksi gedung yang sama seperti gedung A. Juga memiliki jumlah kelas yang sama yakni emat ruang kelas di setiap lantainya. Sempat beberapa menit aku terlamun, mengamati taman sekitaran gudung di bawah ku, mengamati detail konstruksi gedung di sebrang ku, menagmati lalu lalang orang yang sesekali lewat di lorong jalan setapak sebagai akses yang menghubungkan setiap bangunan. Kemudian seorang wanita mengusik lamunan alam bawah sadarku yang baru setengah aku menikmatinya. Gesekan engsel pintu berbunyi, “Oding ngapain kamu di situ?”. Setelah membalik badan menoleh kebelakang ternyata suara itu berasal dari bela si tubuh imut. “tak apa, aku sedang jenuh di kelas”. Suara engsel pintu kembali bersuara setelah gadis bertubuh imut itu memasukkan kembali kepalanya yang sempat nongol keluar dari pintu. Kemudian aku  menuju toilet sekadar mencuci muka, sejenak menatap wajah ku yang nampak lesu pada kaca westafle. Air mengalir setelah aku menarik tuas kran kemudian menggunakan kedua telapak tangan yang ku persatukan membentuk cawan kecil, air mengguyur wajah ku. Aku rasakan kesejukan itu menembus pori, mengalir air itu hinnga ke rambut jenggutku yang macam hutan membutuhkan program reboisasi. Memejamkan mata sejenak sembari menikmati suara aliran air sungguh ampuh menenangkan jiwa dan pikiran. Pandangan mengabur pada cermin setelah sesaat membuka mata, sesuatu melintas di belakangku namun setelah mata ini jelas memandang tak nampak apapun di belakang ku saat aku melihatnya melalui cermin. “ Ah..... sudahlah,,, mengapa kau tak bisa berhenti menghantuiku!!???” aku macam orang gila berbicara sendiri menatap cermin dengan suara setengah kesal. “katakan pada ku apa mau mu!!??, aku tak akan pernah takut paa mu, jika kau berkenan tunjukkan saja diri mu sekarang!!! Jika kau benar hantu wanita aku akan memeluk mu!!!!, sudah lahhh,,, bodohnya aku pedulikan mu”. Aku beranjak meninggalkan toilet namun aku merasa ia mengikuti dari balik badan ku.

MALAM TERAKHIR SEBELUM KEPULANGAN KE INSTANSI

Ini adalah malam paling buruk yang pernah aku alami selama keberadaanku di asrama. Hingga sampai malam terakhir tak juga rampung laporan rancanagn aktualisasiku. Aku telah berusaha menyelesaikannya semenjak pagi tadi, menyelesaikan design laporan beserta isi nya. Tak sedikit kendala yang aku hadapi, ketika akan menjilidnya saja contohnya. Setelah sholat ashar aku dan romi meninggalkan asrama untuk kepentingan menjilid laporan dengan spiral. Romi mengendarai sepeda motor maticnya sementara aku di bagian belakang alias di bonceng. Kami menyusuri jalan raya menuju arah kota samarinda sembari menjaga pandangan ke arah sisi jalan. Romi bertugas di sisi bagian kiri jalan sementara aku disisi kanan jalan. Sejauh kami berjalan yang telah menghabiskan waktu beberapa menit tak kunjung menemukan tempat foto kopi yang buka, wajar jika demikian karena ini adalah hari minggu. Sempat beberapa kali menemukan tempat foto kopi namun tak menyediakan jasa penjilidan. “ohh,,, terus saja mas ke sana”. Begitulah jawaban dari pemilik foto kopi saat aku menanyakan tempat foto kopi yang menyediakan penjilidan. Kami terus saja berjalan mengikuti petunjuk yang telah di berikan alhamdulillah kami menemukannya namun wasyukurilah nya tempat foto kopi yang di maksud orang tersebut sedang tutup alias libur melayani jasa penjilidan. Tak sekali, tapi dua kali mengikuti petunjuk sesoarang namun mendapati keadaan tempat fotokopi yang sama, tutup. Bagaimana menurut mu rom? Jalan saja terus, barangkali kita akan menemukannya di sana. Disana?? Ya di sana, di sepanjang kita terus mengikuti jalan ini. Baiklah kita coba saja. Sampai perjalanan kami tiba di ujung jalan ini (salah satu judul lagu dari seventeen yang mengisahkan tentang kemirisan, semiris nasib kami). Tak ada keputusan atau jalan lain selain kami harus ke samarinda kota yang padahal sebelumnya kami berencana tak sampai ke sana kerana jarak tempuh yang terlalu jauh. Sore menjelang petang saat kami memutuskan kembali arah, menyebrang sungai melalui jembatan mahakam menuju arah kota samarinda. Berjalan pelan mengamati sisi kanan kiri jalan hingga benar benar kami menemukan tempat penjilidan yang buka di jalan panglima suryanata. Lega, hati kami benar benar lega ternyata akhirnya besok kami benar benar dapat mengumpulkan laporan rancangan aktualisasi yang telah paripurna. Sebentar lagi adzan magrib berkumandang dan kami masih tertahan menunggu proses penjilidan selesai yang kami kira beberapa menit saja namun “maaf mas kami sedang mengerkjakan penjilidan yang tak sedikit ada beberapa antrian jilidan, jika mau setelah isya baru selesai. Kampret moment setelah lelah yang kami alami harus di tambah lagi, apalah daya di mana lagi tempat yang bisa kami harapkan. Setelah bersepakat akhirnya kami memutuskan untuk menunggu. “baiklah tak mengapa, kami akan menunggu dan mengambilnya setelah isya nanti.” Beban pikiran kami semakin bertambah saat menyadari bahwa kami belum membuat presentasi berbentuk power point. “AIHH... kenapa kita tidaka bawa laptop ya. andai saja, pasti kita bisa mengerjakannya sembari menunggu. “bodohnya aku.” Romi menepok kan telapak tangan kanannya ke jidat setelah menyadari kebodohan ini. Tepokan itu sebagai kesan sempurna dari sebuah penyesalan. “kita mengira berjalan mulus namun tak seperti yang kita kira ternyata akan selama dan serumit ini, sudahlah brother. Masih ada waktu hingga pagi.”

Perut keroncongan setibanya kami kembali di asrama tepat pukul 21.00 wita itupun sudah dengan kecepatan maksimal kami mengendari kuda besi. Lelah tak terelakan lagi namun kami harus bertahan dan kembali bergerak segera mempersiapkan laptop menyelesaikan presentasi power point yang tertunggak pelunasannya. Waktu menunjukkan pukul 23.59 wita dan kami belum selesai mengerjakannya, hingga di tambah lagi satu jam setelah itu aku benar benar menyelesaikannya. Sungguh lelah yang aku rasakan telah mencapai puncaknya sementar besok pagi harus melakukan presentasi. Seharusnya di malam terakhir aku tak melakukan pekerjaan apapun selain menghabiskan waktu bercengkerama dengan teman teman sekalipun belajar hanya sekadar pemantapan saja. Begitulah hidup ku yang selalu ekspektasi tak sesuai dengan realitanya. Tapi kasihku sesuai dengan cintanya loh,,, (aku gila).

Lelahku benar benar meresap ke dalam kasur setelah sepenuhnya menghempaskan tubuh di atasnya sembari menggeram kenikmatan perlahan mataku terpejam dalam gelap dalam senyap aku tenggelam. Sementara bagas dan ferdy telah lebih dulu tertidur beberapa jam yang lalu.

Seperti tak mengerti tak mentolerir kelelahan ku mimpi aneh itu masih saja mengusik alam bawah sadar. Tidurku kembali terkebiri (untung tidak anu ku), mimpi ini benar benar sangat mengusik sampai sampai lelah yang kurasa tak kuasa menahan ku. Aku terbangun, terduduk, mimpi itu masih melekat dalam ingat. Seperti mantan.


Seorang wanita menjerit merintih kesakitan setelah ia di dapati melakukan sebuah pelanggaran yakni melakukan usaha pembebasan salah satu tawanan pria dari tongsi penahanan. Wanita itu melakukan aksi pencurian terhadap kunci tahanan yang di bawa oleh petugas penjaga tongsi. Aksinya di lakukan di tengah malam saat situasi senyap dan kebanyakan tentara jepang terlelap. Aku menyaksikan begitu mendebarkannya aksi pencurian kunci yang di lakukan oleh wanita itu sampai sampai memberi pengaruh lelah dalam tidurku. Saat pencurian itu berhasil tidurku terasa kembali nyenyak namun kembali buruk saat aksi aksi tegang lainya berlangsung. Setelah berhasil mendapatkan kunci tersebut dalam box penyimpanan kunci wanita itu berjalan pelan dengan penuh ke hati hatian menuju tongsi di mana terdapat lelaki yang ingin di selamatka di dalamnya. Ia berhasil membuka pintu tongsi berupa jeruji besi malam itu juga. Lelaki itu memeluk wanita tersebut dengan haru dengan air mata mengalir dari kedua ujung kelopak matanya. Sang wanita pun demikian selain menangis bibirnya bergetar tersedu sedan. Pria itu memeluk sejenak wanita itu dengan dekap penuh kasih dan mesra kemudian setelahnya mereka melakukan pelarian yang di pimpin oleh lelaki tersebut. Mengendap endap di dinding lorong yang remang menuju keluar dari lokasi tongsi yang terletak di bawah tanah. Sesekali mereka berhenti sejenak saat tentara penjaga tongsi terbangun dari tidurnya. Tidurku kembali terusik akibat mimpi ini, tubuhku kaku sulit sekali di gerakkan. Untungnya tentara itu kembali tidur sehingga mereka berdua berhasil melakukan pelarian malam itu juga. Berlari ke dalam hutan, semak belukar tak mengetahui arah yang hendak di tuju.
Keesokan paginya suasan tongsi mencekam setelah jepang mengetahui akan pelarian ini. Membuat kepala tongsi marah besar kepada tentara tentara yang bertugas menjaga tongsi. Habis di hardik tanpa ampun dengan bentak dan ancaman. Akibatnya amarah itu tersalur kepada seluruh tahanan tongsi, ketika itu juga seluruh tahanan di giring keluar menuju sebuah lapangan terbuka. Mereka di bariskan memanjang, seluruh tentara jepang memegang cambuk di tangnnya. Di siarkannya mengenai pelarian ini, di lontarkannya pertanyaan kepada seluruh tahanan tongsi agar memberi tahu perihal peristiwa kejadian ini. Namun tak satu pun yang buka mulut semakin menaik pitamkan amarah tentara tentara jepang. Akibatnya cambuk dari tali tambang yang berpilin pilin itu menerjang tubuh tubuh kurus tahanan. Satu dua kali di ajukan pertanyan lagi namun tetap bungkam, penyiksaan itu semakin menjadi jadi. Bukan karena sengaja merahasiakannya namun memang tak satupun dari tahanan tongsi mengetahui pelarian yang di lakukan oleh salah satu rekannya.

Kepala tahanan memerintahkan kepada seluruh tentara penjaga tahanan untuk segera melakukan penyisiran ke seluruh lokasi sampai ke dalam hutan. Karena menurutnya kejadian ini telah mencoreng reputasinya lebih penting dari itu adalah harga dirinya. Dengan bersenjata lengkap puluhan tentara menyisir area komplek sampai masuk ke hutan, menyebar terbentuk beberapa regu yang setiap regunya terdiri dari empat orang. Mereka menemukan petunjuk melalui jejak dari semak belukar yang di duga sebagai jalur pelarian. Hari menjelang sore saat para tentara itu menemukan lelaki beserta wanita tersebut bersembunyi dalam sebuah gua yang terbentuk dari susunan batu. Sepenangkapan pria dan wanita itu siksa luar biasa menjadi akibat yang di terima, seketika itu juga sang pria di tembak mati di tempat dan jasadnya di biarkan begitu saja. Darah segar mengalir dari tepat tengah dahinya, peluru itu menembus hingga bagian belakang kepala. Sementara sang wanita di seret paksa sampai tersungkur sungkur ke tanah. Berteriak oleh karena rasa sakit yang di terima akibat di tarik kuat rambutnya selain itu juga karena kematian seorang pria yang baru saja di selamatkannya. Ia juga tak luput dari terenggut nyawanya bahkan lebih sadis. Selain di siksa berupa kekerasan fisik ia juga di siksa berupa kekerasan seksual. Di ikat di sebuah pohon kemudian secara bergilir tentara tentara yang berhasil menagkapnya memperkosanya sampai kehilangan sadar kehilangan ajal. Jasadnya di biarkannya saja terikat.

Aku benar benar tak bisa kembali tidur setelah mimpi ini sekalipun beberapa kali melakukan upaya. Suasana malam senyap selain dua suara yang terdengar jelas yakni suara jarum jam dan putaran kipas ac yang bertengger di dinding satu lagi suara yang timbul tenggelam ialah suara seseorang sedang berjalan berlalu lalang di depan pintu bagian luar kamarku. Sejenak aku memastikan suara itu kembali terdengar, tak salah lagi memang benar itu suara langkah kaki dari luar kamarku. Bulu kudukku seketika itu berdiri tapi aku tetap mencoba memberanikan diri melihatnya keluar. Setelah ku putar kunci yang tertancap di pintu setelah aku beranjak dari ragu, menghitung dalam hati satu dua tiga perlahan pintu itu terbuka. Melalui sela aku mengintip, hingga benar benar radius pandangku kearah luar kamar melebar seiring aku membuka pintu secara perlahan. Jantungku berdetak kencang kaki ku setengah bergetar jika saja mata ini mendapati sesuatu aku tak akan terkejut, berusaha tidak. Tak ada apa apa setelah aku menengok ke kanan kiri ke kamar 301 maupun 303, menghamparkan pandangan ku ke seluruh sudut sudut asrama ke lantai dua maupun satu, pun tak ada apa apa sedikit membuat ku lega.

MELEPAS RINDU

Tinggal beberapa hari lagi aku menjalankan aktivitas rutinku yakni bekerja di kantor sembari mengaktualisasikan nilai nilai dasar ASN yang telah kurencanakan dalam setiap pekerjaan ku. Dua minggu lamanya aku meninggalkan asrama, meninggalkan hal hal mistis yang pernah aku rasa. Dan sebentar lagi aku akan kembali ke asrama untuk melaksanakan tahapan akhir program diklat yang sedang aku ikuti. Dua minggu meninggalkan asrama tak sepenuhnya membuatku lupa akan hal mistis yang telah aku alami, terkadang semenjelang tidurku aku memikirkannya. Memikirkan alasan di balik kemistisan ini, alasan mengapa aku yang di hantui, alasan dari mimpi yang pernah aku alami, alasan pohon besar di depan ruang makan, tujuan akan alasan mahluk gaib itu akan semua ini. Sejauh ini aku tak mengerti walaupun telah berkali kali memikirkannya, berkali kali melihatnya melalui foto foto dan video video di handphone androidku. Selama berlangsungnya diklat aku memang sering mengabadikan moment berupa foto maupun video dari segala aktifitas yang aku dan teman teman satu diklatku lakukan. Entah mengabadikan moment di dalam kelas, di ruang makan, di dalam asrama, di out door dan lain sebagainya. Tak hanya satu dua foto dan video yang menampakkan mahluk gaib itu di dalamnya melainkan banyak namun tak satupun foto maupun video yang manampakkan mahluk itu dengan jelas. Aku mencoba menyangkut pautkan semua hal yang telah aku alami demi mengungkap maksud di balik semua ini namun juga tak kunjung memecahkan benang merahnya. Terkadang aku merasa berat menyimpannya seorang diri, beberapa kali ingin ku ceritakan pengalaman ini pada teman teman namun selalu saja karena suatu alasan tertentu kembali terurungkan.

Kali ini pagi terasa amat berbeda, sesaknya rindu dalam dada meledak juga akhirnya terbang bebas mengudara setelah dua minggu berpisah akhirnya kami kembali bersua di tempat yang sama yakni badan diklat provinsi kalimantan timur. Itu oleh karena Banyak sekali kenang yang tercipta entah kenang suka maupun duka dan kalian luarbiasaaa (bang ariel menyapa). “HAII.... Kalian apa kabar? Ucapan sapa menebar antara kawan satu dengan kawan lainnya. Ada yang semenjak malam satu hari sebelumnya yang telah tiba di asrama dan ada yang baru pagi hari setelahnya baru tiba. Siang tepat pukul setengah dua kami akan melakukan perjuangan terakhir untuk dapat menyelesaikan keseluruhan program diklat yang telah di susun dan rencanakan. Beberapa jam menjelang waktunya masih saja ada yang sibuk berkutat dengan sebuah laporan. Aku mengira hanya diriku seorang yang ekspetasi tak sesuai realita alias yang masih menanggung hutang laporan yang belum terlunaskan ternyata mayoritas kawanku juga demikian. Alhamdulillah aku tak sendiri, maka kami siang itu sibuk melunasi sekian persen dari seratus persen tanggungan laporan aktualisasi. Untung aku tak sampai memiliki hutang di bawah lima puluh persen. Mbak ummu berkutat dengan power pointnya sama dengan ku namun aku memulainnya dari nol, mbak rahmi berkutat dengan laporan fisiknya berbentuk buku merias dengan pernak pernik kertas warna, mbak esty juga demikian, kami berada dalam satu kamar yang sama. Dan hampir di semua kamar melakukan aktifitas yang sama, sama sama menimbulkan beban dan tegang karena waktu tersisa beberapa menit lagi. Soal mahluk gaib itu tak nampak sesekalipun muncul setibanya aku di asrama semenjak pagi hari, aku merasa sedikit tenang dan saat itu juga tak terlintas di kepala ku untuk memikirkannya.

Kami sibuk hilir mudik di lantai satu gedung B guna mencari ruang yang menjadi tempat kami melakukan presentasi laporan aktualisasi. Sibuk mengamati laporan satu kawan dengan kawan lainnya itu oleh karena tak sekadar laporan berjilid yang kami buat melainkan sebuah laporang  yang di tuntut wajib tersentuh di dalamnya kreatifitas tiada tara. Beraneka ragam inovasi laporan dari kawan kawan ku sekaligus sebagai perwujudan dari kerja keras, kerja cerdas dan cinta terhadap pekerjaan di dalamnya. Aku berada di kelompok empat beranggotakan regina, resti, yenni ta’arungan, derina armedita, romi, dan mas priyanto. Kelompok yang lain pun sama rata rata beranggotakan enam sampai tujuh orang di setiap kelompok nya dengan masing masing coach yang berbeda, bapak andi arpan menjadi coach ku saat itu. Muka muka tegang terlukis hampir di seluruh wajah kami, selain oleh karena beban pertanggungjawaban terhadap laporan aktualisasi selain itu juga karena sebagian mentor tak kunjung menampakkan batang hidungnya sementara waktu tinggal beberapa menit lagi. Bahkan saat sudah berlangsungnya presentasi masih ada saja peserta yang mentornya belum datang, itu mentor ku. Mendapat jadwal terakhir melakukan presentasi adalah sebuah akibat dari keterlambatan, dan itu kembali aku. Memang realita hidupku banyak yang tak sesuai ekspetasi.

MALAM ITU

Obrolan grup whatsapp riuh sekali beberapa hari semenjelang kami kembali ke asrama setelah dua minggu berpisah. Riuh membicarakan mengenai persiapan acara di malam terakhir atau kami menyebutnya makrab alias malam keakraban. Berbagai saran dan ide terlontar dalam percakapan obrolan demi sebuah konsep acara yang epik. Demikianlan, selain di bebani oleh laporan aktualisasi beberapa dari kami yang tergabung dalam kepanitiaan makrab juga di bebani oleh tugas yang telah di bagi bagi oleh abang razi fahmi selaku ketua panitia. Kesibukkan itu terus berlangsung setelah kegiatan presentasi akhir berakhir tepat di waktu ashar, sore hari kami yang tergabung dalam kepanitiaan berkumpul di aula utama badan diklat guna melakukan meeting sesaat kamudian mempersiapkan sarana prasarana penunjang kegiatan makrab. Terus berlangsung sampai magrib sampai menjelang isya sampai benar benar semua persiapan selesai seperti dekorasi panggung, sound system, layar proyektor, ac ruangan dan sebagainya. Membutuhkan waktu yang cukup lama oleh karena ke awaman kami dalam mengoperasikan/mengaktifkan  fasilitas gedung.

Hari semakin menjelang petang adzan isyak berkumandang kemudian setelahnya seluruh peserta satu persatu berdatangan memasuki aula menempatkan diri di masing masing kursi yang telah tersedia. Yosie puspa selaku moderator ceremony membuka acara di susul sambutan sang ketua, beruntun ke sesi sesi kegiatan berikutnya. Keceriaan membuncah memecah kesunyian malam akibat berlangsungnya berbagai lomba. Hanya aula utama ini yang malam itu menjadi satu satu nya gedung yang paling ribut dari banyak nya gedung yang berdiri di atas tanah badan diklat provinsi kalimantan timur ini. Sementera yang lain larut dalam euphoria aku setengah asyik mendokumentasikan acara. Mengarahkan camera kesana kemari mencuri curi setiap moment yang berarti. Hingga sesekali tanpa sengaja sesuatu yang telah lama menghantui datang kembali, lensa kamera ku menangkapnya beberapa kali sesekali aku tak menyadari. Ku tilik lagi, ku lakukan perbesaran gambar dan ternyata yang di duga memanglah benar, lagi lagi mahluk itu muncul. Mata ku melihatnya berkelebat berpindah cepat dari sudut satu gedung ke bagian sudut lainnya. Mungkinkah ini caranya mengajakku bermain? Tapi aku tak tau apa yang harus aku lakukan jika memang benar demikian.

Jam dinding menunjukkan pukul 23.00 wita saat acara benar benar berakhir saat gedung aula kembali senyap sepi dan tinggalah aku seorang diri. Seluruh teman teman kembali ke peraduan, ada yang di asrama A dan B menujunya dari aula melewati jalan lorong yang gelap. Malam benar benar senyap sepi sesekali terdengar suara kendaraan yang melintas di jalan raya, dari suaranya pastilah berkecepatan tinggi terlebih kondisi jalan di malam hari cenderung sepi. Angin berhembus mesra membelai belai tengkuk membuat bulu bulu ku berdiri. Suara dedaunan yang saling bergesek berkolaborasi dengan suara jangkrik, kodok dan semua hewan yang sedang kawin malam itu, aku beranggapan hewan yang kawin menimbulakan desahan. Ini gak lucu malah justru membuat bulu kuduk ku semakin tegang berdiri. Perlahan aku mengunci pintu dan amat jelas suaranya terdengar di telingaku, aku lah satu satunya manusia yang ciptakan suara malam itu. Aula ini berada di bagian paling ujung arah timur dari komplek badan diklat sementara asrama tempatku bermalam di bagin ujung selatan. Jantung ku berdebar, segera aku melangkah menjauh meninggalkan aula dengan irama langkah cepat. Semakin cepat saat aku mendengar suara dari dalam aula yakni suara gesekan kaki kaki kursi terhadap lantai seolah ada yang memindahkannya, rasanya seperti memainkannya. Udara terasa dingin sekujur bulu ditubuhku berdiri entah dingin atau rasa takut keduanya bercampur aduk. Setelah ku tarik ke atas resleting jaket ku aku mempercepat langkah sembari melipat kedua tangan di depan dada menjaga pandang macam kenakan kacamata kuda. Berjalanan melewati taman melewati jalan setapak berlantai semen cor kemudian berikutnya lantai beralaskan paving blok. Disinilah tepat aku berada di depan ruang makan di dekat pohon besar. Suara tangis rintih wanita terdengar dari arah pohon menghentikan langkah ku sejenak namun tak ada nyali ku untuk memalingkan pandangan ke arah sumber suara. Menahanku, tubuhku kaku kaki ku beku berat rasanya melangkah. Inginku berlari namun tak mengerti kaki mana yang pertama kali aku langkahkan, rasa takut ini semakin menjadi tak pernah ku rasakan macam ini sebelumnya. Yang jelas akibat rintihan tangis itu membuatku percaya bahwa dia ada. Terbata ku coba berbicara, terbata aku menengokkan kepala memutarnya 90 derajat ke arah kiri. “aa,,aa,,a,, paa,, kah aa..aa ada orang di sana?”. Tak ada jawab selain tangis rintihan yang semakin menyeramkan nadanya. Rambut di kepala ku seolah ingin copot, kupingku merengkah, punggungku mengembang semakin menjadi jadi saat sesekali angin menelisik menembus jaket menembus pori kulit. Mereka seolah ingin lebih dulu  berlari melepaskan diri hingga yang kurasakan tubuhku akan rebah. “siapa di sana??”. seketika rintih tangis itu mereda kemudian sosok wanita berambut panjang perlahan menampakkan diri dengan arah tubuh yang membelakangiku. Perlahan bergeser hingga seutuh badannya nampak jelas di mata ku.  Kepalanya bergerak pelan hendak menoleh ke arah ku, seiring dengan itu aku menundukkan pandang. Tak ingin jika saja ku dapati wajah buruk rupa jadi aku hanya menatap tubuh bagian bawahnya yang berjalan mendekat. “aa,, aa,, apa mau mu, menjauuuhh!!!.”. S eolah tak menghiraukan perintah ku justru ia berjalan semakin mendekat. Ku perintahkan menjauh sekali lagi dengan melempar tangan kanan ku ke depan, namun sama tetap mendekat. Seluruh organ tubuh ku tak berdaya kecuali pasrah tanpa kuasa. Iya terus saja mendekat, kali ini mengangkat tangan kanannya seolah ingin meraih ku. ‘”apa yang hendak kau lakukan!!?.” Benarkah kau wanita yang pernah menghampiri mimpi ku? kau wanita korban jepang itu?? Katakan!!!! Bisa kah kau berbicara, tolong hentikan permainan ini. Aku tak takut pada mu!!!. Kesalku telah mencapai puncaknya mengalahkan rasa takut yang melemahkan tubuh ku. Reflek, sebuah botol yang ku pegang terlempar keras menembus badannya. Seketika itu aku berdiri tegap dengan nafas tersengal cepat berusaha meredakan gejolak rasa dalam dada. “pergilah, pergilah sekarang juga!!!! Kau dengarkan apa kataku???. Secara perlahan aku benar benar menguasai diri. Geraknya terhenti kepalanya tertunduk, sepertinya aku telah berhasil membuatnya terdiam. “baiklah,,, sekarang aku tak lagi takut pada mu, dan sekarang berhentilah menghantui ku!!!. setelah selesai menarik nafas panjang perlahan aku berlalu meninggalkannya. Berjalan tanpa mempedulikannya, namun ada sesuatu yang aneh sepertinya ia benar benar mendengar dan mematuhi kalimatku.

Perasaan ku kini justru berbalik. aku menatapnya kebelakang dan kulihat iya tak seperti sebelumnya. Raganya menjelma menjadi seorang wanita mengenakan pakaian putih dengan bawahan semacam jarik berwarna coklat khas era dahulu. iya tersimpuh di bawah pohon sepertinya sedang bersedih. Apakah mungkin oleh ucapan ku, entahlah justru sekarang aku terdorong bergerak mendekatinya. "apa yang kau lakukan? inikah kau yang sebenarnya? kau persis seorang wanita dalam mimpi ku, benarkah ini dirimu? kau juga yang merencanakan mimpiku? mengapa kau lakukan ini?. iya masih bersimpuh dengan pakaian yang lusuh. Aku berlutut mendekat kemudian iya mengangguk pelan.




Komentar