Langsung ke konten utama

HOONEYMOON DI BANYUWANGI



Assalamualaikum wr wb.

Salam hangat dari kami berdua pengantin baru yang baru saja melangsungkan pernikahan pada tanggal 21 april 2018 lalu di gedung pramuka Samarinda. Kami memang berdomisili di Samarinda yang menjadi kemungkinan besar tempat tinggal menghabiskan masa berdua kami sebagai pasangan suami istri. Aku sendiri asli kelahiran Banyuwangi sementara istriku kelahiran Samarinda namun kedua orang tua nya seorang yang sama sama perantauan dari pulau jawa, bapak sunda ibu jogja. Pada kesempatan libur cutiku pasca menikah kemarin aku sempetin untuk menghabiskan waktu kusus berdua dengan istriku, kamu pasti tau kan apa maksudnya?. Ya benar kami berdua honeeymoon yang menurut penelitian bahwa honeymoon memungkinkan pasangan cepat memiliki anak, hehe. Sebelum tulisan ini berlanjut panjang, perkenalkan ini adalah kami :

Setelah di saksikan puluhan pasang mata yang kemudian mengucapkan saaaaahhhhhh.....




Pagi itu sebelum sholat subuh pukul 03.00 wib perjalanan kami awali dari ciporang bersama dengan om Yayat dan tante Nunung menuju stasiun kereta api cirebon.

Ini foto mereka



Dengan mata terkantuk kantuk dan badan lesu akibat kebanyakan hi hi ho honeymoon, maff rada gagap. Perjalanan menuju cirebon tetap kami lalui dengan senang hati dan penuh  antusias dan semangat. Namanya sambil menyelam minum air alias honeymoon sambil jalan jalan pasti bawaannya senang mulu ya. Ironisnya pagi itu ialah aku yang pegang kendali menyetir mobil menuju stasiun dengan ketidaktahuan pada medan dan rute jalan sementara penumpang lainnnya sesekali waktu memilih tidur. Untungnya selalu ada co-driver handal yang selalu siap saat aku butuh kan, ya benar co-driver yang ku maksud adalah bukan istriku. Lah jadi siapa? apakah anda tidak bisa menebaknya? baiklah aku akan beri tahu. Dengan panggilan sayang ku panggil dia gomas alias google maps.

Embun menghalang jarak pandang, dingin masih enggan pergi, dua pasang roda meliuk menyusur jalanan yang di bekap sunyi di bungkus gelap. Cahaya sorot lampu menuntun perjalanan kami. Waktu bergulir bersama hati yang kian mendegub, jarak tak kunjung terlampaui berkali kali menengok waktu, angka digital terus saja bergerak begitupun harap pada waktu untuk berhenti sejenak untuk tidak memburu kami. Perjalanan pagi itu sangat di buru waktu sekalipun kecepatan maksimal telah dikerahkan oleh mobil yang kami tumpangi. Benar saja, para porter telah berbaris menyambut kedatangan kami. Berebut pada barang barang bawaan kami.

"ayo mas, mbak cepat naik kereta. sebentar lagi kereta mau berangkat!" begitu ucapnya bernada cepat dan tergesa gesa.

Di pagi terakhir di stasiun cirebon, perpisahan kami dengan om Yayat dan Tante Nunung berlangsung dengan khitmat teriring doa doa untuk kebaikan dan keselamatan  kami berdua. Salam separuh pipi hangat beserta kalimatnya menutup perpisahan kami.

SENANGNYA HATI NAIK KERETA


Foto dari instastory pada saat itu

Senang kataku?. Bagi ku warga kalimantan, Samarinda khususnya menaiki kereta merupakan hal yang tak mungkin sebelum rel kereta benar benar sudah dibentang di pulau kami. Terlebih jika akan melangsungkan perjalanan jauuuuhhhhh, naik kereta merupakan pilihan tepat kedua setelah pesawat.

ini adalah foto yang aku ambil setelah beberapa saat kami memasuki kereta, beberapa menit kemudian masinis tancap gas. Beberapa menit itu yang hampir buat kami tertinggal kereta. Beberapa saat setelah kami lunas tunaikan sholat subuh di dalam kereta berwudhukan air beku dan suhu ruangan kereta 16 derajat celcius, ungkapan saking dinginnya begitu. Tak ingin ku bayangkan lagi bagaimana kulitku trauma, tulangku kaku dan mata yang sepat kala itu. Tapi karena aku telah menuliskannya secara tak langsung aku telah membayangkannya. Jadi salah siapa? Salahkan pada mobil yang bergoyang.


Kami tertawa kecil saat mendengar suara prami melalui pengeras suara kereta bahwa perjalanan kereta akan melalui banyak kota dan stasiun ada belasan bisa jadi puluhan, aku lupa. Namun yang pasti Jember menjadi tujuan terakhir kereta yang sedang kami tumpangi. kami saling tatap berisyarat "lalui saja dengan senang hati". Kuberi tahu bahwa kebanyakan manusia sulit mencegah  "bosan" untuk tidak ikut campur dalam kesenangan hati terhadap sesuatu terlebih suasana. Maka pintar pintarlah dalam menyikapi dan meramu suasana. Aku sesekali berjalan ke gerbong belakang sekedar mencari suasana baru, berdiri sambil mengamati melalui kaca jendela panorama yang terlebur gaya relativitas Einsten.





Komentar