Saya adalah seorang ibu yang menghabiskan hampir 24 jam
dengan kedua anak dan hal hal yang berbau serba-serbi pekerjaan Ibu Rumah
Tangga (IRT) setiap harinya. Tentunya, adakalanya hari terasa berat dan terasa
berlangsung sangat lama, namun banyak pula hari-hari yang sangat menyenangkan, hari dimana banyak momen bahagia atas proses
tumbuh kembang anak. Anak pertama saya tahun ini genap berusia 2 tahun. Diumur
2 tahunnya, saya amati sudah mulai muncul rasa ingin apa-apa sendiri, tidak
jarang pula dia kerap sudah bisa memutuskan sesuatu dalam kesehariannya,
seperti ingin memakai baju apa hari ini, memainkan permainan apa hari ini, dan
lain lain. Namun, tidak jarang hal hal seperti ini dibumbui dengan tangisan dan
rengekan yang kadang tak dapat dimengerti oleh saya selaku orang tuanya. Diumurnya,
penguasaan bahasanya masih belum sangat fasih. Banyak hal yang dia inginkan, tapi tidak bisa disampaikan secara
lisan. Inilah pemicu konflik di keseharian saya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT).
Meski kadang yang diinginkannya hanyalah hal hal
sederhana, namun jika orang tua tak
mengerti maka tersulut telinga oleh tangisannya. Inilah yang biasa disebut
tantrum. Berdasarkan petuah dari para ibu yang sudah lebih berpengalaman, nyatanya
fase tantrum jauh lebih menyita kesabaran
apabila terjadi di masa masa terrible two. Tantrum pada anak yang sudah
lancar berbicara justru akan lebih mudah ditangani, karena akan lebih mudah
mencari tau akar atau pokok masalahnya.
Lalu apa alasan lainnya yang membuat anak dengan range umur 2 tahun
mudah sekali tantrum ? Karena di fase umur inilah dia mulai mengerti lebih jelas tentang macam macam
perasaan. Dia mulai mengerti, “ Oh, seperti ini rasanya kesal ?” , “
Aku marah saat mainanku direbut temanku “ , atau “ Kenapa sih mama dan
papa tidak mengerti apa yang aku mau”. Hal normal ini menunjukkan bahwa anak
mulai mampu menunjukkan bermacam variasi ekspresi perasaannya.
Oleh karena itu, apa yang harus dilakukan orang tua saat
menghadapi anak berada di fase seperti ini ? MARAHLAH !
Marahlah pada dirimu sendiri, bukan pada anakmu. Marahlah
pada dirimu sendiri, jika kita sebagai orang tua malah sering memarahinya
saat dia sedang belajar mengenal berbagai perasaan dalam hatinya. Marahlah pada
dirimu sendiri saat kita justru tidak mampu berempati pada anak yang masih mengenal
seperti apa kehidupan sebenarnya. Semestinya, kita sebagai orang tua harus
memperluas rasa sabar dan memaklumi. Temanilah anak disaat dia seperti frustasi
dengan perasaannya, temanilah disaat dia terengah-engah kelelahan setelah menangis
dalam waktu yang lama karna kita yang tak mengerti penyabab tantrumnya.
Saat anak mulai menunjukkan rasa marah atau tantrumnya,
berdirilah sejajar dengannya, tawarkan pelukkan, bila dia menolak, berdirilah
disisinya dan terus beri tatapan lembut. Jangan pernah sekalipun tinggalkan dia
dan jangan menemaninya sambil sibuk memperhatikan layar ponsel. Setelah tangisannya
mereda, ajaklah berbicara. Bicaralah dengan nada yang datar, tunjukkan rasa
empati kita sebagai orang tua dan marilah kita validasi bersama penyebab
tantrumnya. Kalimat validasi bisa berupa
: “ Kakak menangis karna mama larang
makan ice cream ? ” , “ Adik marah karena ditinggal mama ke dapur ya ? “
, atau ” Teteh kesel karna mama larang main diluar ya Nak ? “. Tidak
perlu terlalu cepat menasehatinya, cukup bantu anak mengenali penyebab dia
merasa tak nyaman saja terlebih dahulu. Setelah anak semakin tenang, mintalah maaf
pada apa yang membuat dia tak nyaman. Lalu, orang tua mulai bisa menyinggung sedikit penyebab atau alasan mengapa orang tua
melarang dalam hal yang dia inginkan. Kenalkan batasan apa saja yang tidak
boleh dilakukan saat tantrum, seperti tetap tidak boleh memukul saat merasa
marah, sebaliknya bisa dialihkan dengan menghentakan kaki atau menggenggam barang.
Hakikatnya, guru pertama anak ialah orang tuanya, Dia
akan meniru bagaimana cara menghadapi amarah sesuai dengan apa yang
dilakukan atau dilihatnya saat orang tuanya sedang marah. Jika orang tua
mampu mengendalikan emosinya, maka anak pun akan mencontoh itu. Tulisan ini
sengaja saya buat sebagai salah satu pengingat untuk diri saya sendiri. Sebagai
pengingat bawa selelah apapun saya sebagai orang tua dalam menjalani keseharian
saya, marah kepada anak yang sedang marah adalah salah.
Perbanyaklah pula referensi mengenai pola asuh serta parenting terhadap anak. Salah satu sumber yang menjadi panduan saya adalah Asian Parents , adapun berbagai cara mengatasi fase tantrum anak bisa juga dibaca di 10 Cara Mengatasi Anak Tantrum dan Mengapa Terjadi Tantrum ?
Komentar